Laman

Senin, 19 Januari 2015

Tak Goyah Diterpa Badai



Rumah Tangga Bahagia, Badai Menerpa

Setiap insan selalu menginginkan hidup bahagia, terutama dalam urusan kehidupan rumah tangga. Cekcok dan pertengkaran yang mewarnai liku-liku perkawinan diharapkan hanya sebagai bumbu, tidak menjurus kepada timbulnya luka perasaan (ada pula yang luka fisik) sehingga menimbulkan perceraian.


Kehidupan bahagia, sakinah mawaddah warhmah menjadi idaman setiap pasangan. Siapa saja akan berusaha memperjuangkan kebahagiaan tersebut berapapun harganya. Namun siapa sangka, datang cobaan di tengah jalan. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus menghadapi permasalahan itu dengan pikiran jernih. Sebab, pada hakikatnya tiap rumah tangga pernah diterpa badai. Selalu ada masalah yang timbul. Itulah dinamika dan romantika dalam berumah tangga. Hikmahnya, setelah masalh selesai, pasangan ini jadi makin akrab.


Salah satunya adalah kejadian yang menimpa seorang ibu. Kebetulan saat ini ia mendapatkan pengalaman pahit di tengah kebahagiaan yang sedang ia nikmati, Empat tahun silam ia menikah dengan seorang duda yang telah lama bercerai. Alhamdulillah, meskipun menikahi duda, selama berkeluarga ia merasa sangat bahagia. Hubungan rumah tangga mereka selalu harmonis.Sepertinya mereka dalam kondisi pengantin baru.


Tapi tiba-tiba badai menerpa keluarga tersebut. Waktunya kira-kira setengah tahun yang lalu. Kisahnya begini, suatu hari datang seorang wanita membawa anak kecil ke rumah mereka. Ia mengaku istri dari suaminya dan anak tersebut adalah anak suaminya juga. Yang membuatnya lebih kaget, wanita tersebut minta dinikahi secara resmi. Suasan sangat emosional sehingga sang suami terlihat bingung tidak bisa mengambil keputusan. Ibu tersebut hanya bisa menonton mendesak suaminya agar bisa bertindak arif.


Wanita yang datang tanpa diundang tersebut mendesak suaminya agar segera menikahi secara syah. Kemudian ia memberikan anaman. Apabila tidak dinikahi, ia akan membuka rahasia dan borok suaminya. Kalau rahasia itu terbongkar, bisa jadi suaminya akan dipecat atau bahkan mungkin bisa masuk penjara. Sepeninggalan wanita tersebut semuanya terdiam. Sebelum pergi, wanita itu minta kepada suaminya agar menceraikan istrinya paling lama enam bulan.


Sebuah kondisi yang sangat sulit. Ibu tadi berpikir, apakah sebaiknya ia meminta cerai pada suaminya terlepas dari masalah ini. Tapi dalam hati ia masih mencintai suaminya. Ia sungguh sangat bingung. Selama ini dalam kebingungannya ia hanya bisa mengadukan nasib kepada Allah dengan melakuka shala malam dan ibadah lainnya. Bagaimana sebaiknya sikap yang harus diamil?


Yang pertama harus dilakuka....sebelum menemukan solusi terbaik.....aktivitas interaksi dengan Allah terus dijalin. Kalaulah itu belum dilakukan, pertam kali adalah mengadu kan hal tersebut kepada Allah dalam setiap kesempatan ibadah terutama sepertiga malam akhir. Minta pertolongan kepada Allah itu wajib. Selain itu, ibadah ritual tersebut berguna untuk memotivasi diri agar tidak mudah berputus asa. Setiap hari kualitas ibadah ditingkatkan agar Allah segera mengirimkan bantuan-Nya.


Sebetulnya badai yang diterima dalam kurun setengah tahun ini tidak lama dibandingkan dengan mereka yang menghadapi kesulitan hidup dan rumah tangga setiap saat. Namun besar kecil, lama atau sebentar masalah pasti mengandung hikmah yang dalam bagi masing-masing yang mengalami.


Bagaimanapun juga, suaminya yang sekarang adalag suami sah ibu tersebut. Ia bukan milik orang lain. Meskipun membisu, sang suami harus terus didesak agar menceritakan semua peristiwa yang telah dilaluinya dengan jujur agar tidak salah langkah. Ia harus berterus terang tentang siapakah wanita itu. Betulkan ia telah berhubungan dengannya sehingga menghasilkan anak atau hanya takut apabila ada rahasia yang diketahui wanita itu. Kalau yang bersangkutan bukan istri resmi suaminya, apalagi yang bersangkutan tidak ada hubungan apa-apa dengan suaminya, hanya sekedar menggertak (bliffing) saja, semestinya tidak perlu bingung.


Jika yang bersangktan ternyata memang istri dari suaminya yang dinikahi secara tidak resmi, tentu ada masalah lain walaupun posisi ibu itu tetap lebih kuat sebagai istro yang syah dan resmi. Tentu hal ini bisa dirundingkan. Tergantug apakah dirinya mau dimadu dengan wanita tersebut atau kalau tida mau ya minta cerai. Tapi untuk yang kedua ini, perlu dipertimbangkan karena dasarnya kurang kuat secara mengingat boleh seorang suami berpologami. Hal itu juga terkait dengan wanita tersebut mau diduakan dengan dirinya atau tidak.


Langkah yang bijaksana adalah menanyakan kondisi yang sebenarnya kepada sang suami, sebetulnya ia mempunyai dosa dn kesalahan apa sehingga kalau itu diungkap kemungkinan bisa dipecat dari pekerjaan atau dipenjara. Kalau tidak bersalah, ancaman tersebut hanya gertakan, tidak perlu takut. hadapilah untuk menunjukkan kebenaran. Jangan sampai ancaman itu memisahkan dirinya dengan suami syahnya yang masih ia cintai. Tapi kalau suami melakukan kesalahan yang mengharuskan dirinya dipecat dari pekerjaannya dan dipenjara karena merugikan negara, sikap yang paling baik adalah mendorong suami untuk mengakui kesalahan dan menyerahkan masalahnya kepada proses hukum yang berjalan sebagaimana mestinya. Kita tidak boleh membela siapapun yang bersalah, meskipun ia suami sendiri. Bahkan Rasulullah saw. bersumpah akan menghukum putrinya jika terbukti melakukan kesalahan. Sabda beliau yang terkenal "Demi Allah,andaikan Fatimah anak Muhammad melakukan pencurian pasti akan kupotong tangannya".


Lebih lanjut, sebaiknya dicek kembali tuduhan tersebut. Apabila memang benar suaminya melakukan hal itu atau hanya menyingkirkan dirinya saja. Jika memang benar, berilah dorongan dan motivasi kepada sang suami agar mau mengakui kesalahannya. Apabila memungkinkan, sebagai istri yang setia, silakan menunggu sang suami lepas dari hukuman. Insya Allah, selepas bencana tersebut ikatan keduanya akan makin mesra. Keluarga yang benar-benar sakinah akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar